[REVIEW] Love For Sale: Kesendirian Itu Soal Membunuh Sepi Atau Dibunuh Sepi?

#MovieOn Film yang menguak sisi lain perasaan laki-laki dengan cerdas!

Apa yang kamu lakukan ketika punya teman jomblo? Prihatin kah? Atau malah menjadikannya bahan lelucon di tengah nongkrong bareng?

Status jomblo atau lajang sering jadi bulan-bulanan di tengah masyarakat. Punya pasangan bagaikan parameter keberhasilan dalam hidup. Pencapaian yang harus jadi goal tiap-tiap orang.

Premis ini yang diangkat dalam film 'Love for Sale'. Bagaimana seorang lelaki berusia 41 tahun menghadapi kejombloan dan kesendiriannya. Bagai angin segar di ranah film romansa dalam negeri, garapan Andi Bachtiar dan Visinema ini memberikan sensasi lain.

Kesadaran kita dibuat bertanya-tanya, tentang apa itu sendiri, bagaimana sebaiknya melalui kesendirian, dan seberapa penting kehadiran 'teman' dalam hidup.

1. Penampilan terbaik Gading Marten dan debut mengagumkan Della Dartyan

https://www.youtube.com/embed/QwRiAeGhXlU

Melihat trailer resminya yang rilis bulan lalu, jujur saya underestimate film ini. Apakah akan sama saja dengan film lain yang memasukan adegan esek-esek di dalamnya? Belum lagi soal pemain, meletakkan Gading Marten dan pendatang baru Della Dartyan di kursi utama.

Sejauh yang saya tahu, Gading lebih banyak main sinetron dan menjadi pembawa acara. Aktingnya pun gak jauh-jauh dari kepribadiannya yang kocak, sembarangan, dan ngocol abis. Tapi begitu menonton 'Love for Sale' sampai habis, saya berani bertaruh banyak penonton yang menganggap akting Gading sebagai penampilan terbaiknya sejauh ini. Ia sukses mengaduk-aduk emosi penonton.

Lalu Della Dartyan, saya tidak tahu siapa dia selain pembawa acara 'My Trip My Adventure'. Rupanya film 'Love for Sale' memang debut akting Della. Dan untuk penampilan pertama, Della layak diberi 4 jempol. Chemistry-nya dengan Gading begitu terasa, tidak nampak seperti artis yang baru sekali main film.

2. Menggelitik kesadaran kita soal makna kesendirian

[REVIEW] Love For Sale: Kesendirian Itu Soal Membunuh Sepi Atau Dibunuh Sepi?Instagram.com/loveforsalethemovie

'Love for Sale' mengisahkan kehidupan Richard Ahmad (Gading Marten), laki-laki lajang berusia 41 tahun yang saban harinya hidup berdua dengan kura-kura bernama Klun. Hidupnya terlihat 'berantakan' di mata orang lain, namun terasa baik-baik saja bagi Richard. Memang begitu kan? Selama tidak ada kejutan, perubahan adalah musuh bagi orang-orang nyaman.

Richard terus menerima desakan dan cemoohan dari sekitar soal pasangan. Sementara dirinya terlalu sibuk mengurus usaha percetakan, sebagai bos bawel yang doyan uring-uringan. Terus menemui jalan buntu, Richard akhirnya menyerah pada aplikasi kencan yang mencetak brosur di kantor. Ia nekat 'memesan' pasangan dari situ, untuk menemani kondangan saja dan tidak berharap lebih.

Muncul lah sosok Arini (Della Dartyan), sosok perempuan yang too good to be true tapi nyatanya ia ada. Richard hanya minta ditemani kondangan, tapi Arini menjalankan tugasnya dengan kelewat baik. Ia merusak kesendirian Richard, memecah kesunyiannya, memberi rasa pada hari-hari yang selama ini hambar. Klun bukan lagi satu-satunya teman bicara, Richard kini bagaikan punya teman hidup.

Sosok Arini bagaikan Dilan versi perempuan. Saat menonton 'Dilan 1990', penonton perempuan terbuai dengan cara Dilan memperlakukan pasangan. Nah, Arini adalah sebaliknya. Ia membuat para penonton laki-laki terbuai dengan caranya memanjakan pasangan.

Siapa yang gak mau punya pasangan seperti Arini? Tidak memaksa lelakinya harus berdandan begini-begitu, menerima apa adanya, mencari tahu semua hal yang disukai pasangan, ikut menyukai hobi pasangan, hingga memanjakan di ranjang. Hati-hati ya girls, kalian punya saingan nih!

3. Percayalah, tidak ada manusia yang sanggup hidup sendiri

[REVIEW] Love For Sale: Kesendirian Itu Soal Membunuh Sepi Atau Dibunuh Sepi?kompas.com

Gading Marten membawakan dengan sangat apik perubahan emosi Richard, dari yang awalnya sendiri hingga perlahan menerima kehadiran orang lain. Dari yang sangat tertutup dan tidak percaya cinta, lalu berbunga-bunga sepanjang hari.

Kemudian saya bertanya-tanya dalam hati, sesungguhnya kesendirian itu soal membunuh sepi atau dibunuh sepi? Richard memilih untuk sendiri, tapi dalam menjalaninya ia seperti saling bunuh dengan rasa sepi. Begitu orang lain hadir, dalam bahagianya tersirat aroma ketakutan. 

Kenapa takut? Sudah sekian lama terbiasa sendiri, merasa bisa mengatasi kesepian jenis apapun. Kemudian muncul obat penawar yang tidak bisa kita kendalikan. Kehadiran Arini memang atas kemauan Richard, tapi ia tidak bisa melakukan kontrol apa-apa. Semua yang dilakukan Arini adalah pilihannya sendiri.

Richard harus 'bekerja' lebih keras. Pertama, membiasakan diri dengan kehadiran Arini. Terjebak di antara rasa ingin menikmati atau mengendalikan kebahagiaannya. Kedua, tetap bersiap-siap debgan risiko yang bisa muncul kapan saja. Bukan tidak mungkin, sumber kebahagiaannya kini adalah penyebab kesepian panjang berikutnya.

Jadi sebenarnya, kesendirian itu soal membunuh sepi atau dibunuh sepi?

4. Detil-detil kecil yang digarap apik

https://www.youtube.com/embed/cpCs--eUiEw

Coba putar lagu di atas. Ada yang tahu judulnya? Tembang lawas milik The Mercys ini berjudul 'Hidupku Sunyi', dinyanyikan ulang oleh Tantowi Yahya dan Boomerang. Berani taruhan, 'Love for Sale' akan membuat lagu ini kembali didengar banyak orang. Lirik dan iramanya yang cocok dengan kehidupan Richard bikin terngiang-ngiang setelah keluar bioskop.

Percaya gak, sepanjang film hanya ada satu soundtrack ini saja. Lagu 'Hidupku Sunyi' dibuat beberapa aransemen berbeda sesuai suasana hati Richard. Tapi rasanya sungguh padu, setiap aransemennya sukses membangun emosi penonton.

Gak cuma alur cerita yang apik, sinematografi 'Love for Sale' juga ciamik. Latar tempatnya sedikit, banyak dihabiskan di ruko tempat tinggal Richard sekaligus kantor percetakan. Tapi justru eksplorasinya jadi maksimal. Detil-detil kecil digarap sangat baik, seperti suasana kantor percetakan yang berserakan kertas di mana-mana, sampai percakapan antar karyawan. Kehadiran mereka memperkuat karakter Richard, terasa sangat hidup.

5. Butuh lebih banyak lagi film seperti ini, premis sederhana dengan eksekusi gak main-main

[REVIEW] Love For Sale: Kesendirian Itu Soal Membunuh Sepi Atau Dibunuh Sepi?Instagram.com/loveforsalethemovie

Sejak tayang pertama Kamis (15/03) lalu, 'Love for Sale' sudah meraup hampir 60ribu penonton. Bagi kamu yang berusia 21 tahun ke atas, percayalah adegan dewasa di film ini hanya pemanis. Porsinya pas, tidak berlebihan dan tidak dengan sengaja dilebih-lebihkan.

Indonesia butuh lebih banyak film romansa yang seperti ini. Premisnya sederhana, tapi digarap dengan serius. Film yang tidak selesai di bioskop saja, tapi memberi kita 'bekal' untuk dibawa pulang. Menyentuh kesadaran kita dengan pertanyaan singkat yang jawabannya gak habis-habis.

Kamu sudah nonton belum? Film ini akan membuatmu lebih menghargai keberadaan orang lain. Karena dalam kesendirian, manusia hanya berkutat pada dua hal: membunuh kesepian atau dibunuh rasa sepi.

Dian Arthasalina Photo Verified Writer Dian Arthasalina

bukan orang penting, kecuali anda mementingkan saya. kadang-kadang ngoceh di instagram @arthasalina

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya